Bicara soal kesetaraan gender, selalu ada topik hangat yang sering dibicarakan. Topik kesetaraan gender pada dasarnya adalah kebutuhan. Terlebih, kesetaraan gender masuk pada Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 menurut Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pada poin kelima, yakni Kesetaraan Gender atau Gender Equality.
Dilansir dari bank data WWS 2020 yang diinisiasi oleh Worldwide Independent Network of Market Research (WIN), ada bagian-bagian untuk mengukur seberapa besar tingkat pencapaian kesetaraan gender di dunia. Data ini dirangkum pada tahun 2020, dengan mengacu data tahun 2018 dan 2019. Berikut ini pembahasannya.
Tingkat pencapaian kesetaraan gender
Pada tahun 2019, WIN Research menampilkan data tingkat pencapaian kesetaraan gender dari total populasi seluruh dunia. Data ini dibagi atas lima bagian, yakni di tempat kerja, dalam partisipasi politik, di rumah, di lingkungan sosial, dan di pemberitaan media.
Secara umum, masyarakat dunia setuju terhadap kesetaraan gender di tempat kerja, dalam partisipasi politik, di rumah, di lingkungan sosial, dan di pemberitaan media. Namun, angka tertinggi dari poling data WIN Research 2019 menyatakan setuju adanya kesetaraan gender di rumah mencapai 72%.
Angka kesetaraan gender di rumah lebih tinggi dibanding angka kesetaraan gender dalam partisipasi politik. Sementara angka partisipasi politik hanya 42% setuju dari keseluruhan poin.
Jika dipisah berdasarkan jenis kelamin, pria lebih menyetujui adanya kesetaraan gender di rumah sebesar 75%, sedangkan perempuan 69%. Angka ini mewakili unit terkecil dalam masyarakat, yakni keluarga. Namun kontras dengan di partisipasi politik. Pria hanya menyetujui 53% dan perempuan 45%.
Dapat dikatakan, angka kesetaraan gender masyarakat dunia masih berkutat di sektor domestik dengan net indeks mencapai 48, dibanding angka partisipasi politik yang notabene di luar rumah dengan net indeks mencapai 4.
Namun angka tertinggi dan terendah itu masih lebih baik dibanding 2018. Angka partisipasi politik di tahun 2018 mencapai minus untuk total net indeks. Berbeda dengan sektor domestik yang masih mencapai angka 38, setelah ditotal dari male net indeks dan female net indeks.
Angka pencapaian kesetaraan gender haruslah progresif. Kesetaraan gender tidak hanya soal urusan domestik. Tetapi juga di tempat kerja, lingkungan sosial dan pemberitaan media. Tiga hal ini yang masih dikatakan rendah, tempat kerja (60%), pemberitaan media dan lingkungan sosial (61%).
Bagaimana dengan tingkat pencapaian kesetaraan gender berdasarkan negara? WIN Research mengambil sampel dari 39 negara. Data ini diambil pada 2019.
Artikel ini fokus pada wilayah Asia Pasifik, seperti Cina, Hong Kong, India, Indonesia, Jepang, Malaysia, Pakistan, Filipina, Korea Selatan, Thailand, dan Vietnam. Untuk melihat tingkat pencapaian kesetaraan gender, angka yang menyetujui kesetaraan gender lebih tinggi dibanding yang tidak menyetujuinya. Kemudian respons setuju atau tidaknya ini digabung menjadi net indeks sebuah negara.
Peringkat ini menunjukkan, negara yang maju di kawasan Asia Pasifik seperti Jepang justru memiliki tingkat pencapaian kesetaraan gender paling rendah. Sementara Korea Selatan mencapai kesetaraan gender tertinggi di tempat kerja, Indonesia tertinggi di partisipasi politik, Korea Selatan tertinggi di lingkungan sosial dan pemberitaan media.
Persepsi kesetaraan upah pekerja menurut perempuan masih belum ideal. Hal ini dimungkinkan masih langgengnya pikiran patriarki, yang menganggap pria harus bekerja dan menanggung kehidupan perempuan (dalam hal ini sebagai pasangan) dan keluarga.
Meski demikian, perempuan yang bekerja juga masih terkungkung pikiran tersebut. Sehingga tidak semua perempuan yang bekerja benar-benar memberdayakan diri dengan gajinya. Dalam hal ini adalah jenjang karier, promosi jabatan, publikasi karya, dan menjadi perempuan berpengaruh di tempat kerja.
Dari total populasi masyarakat dunia tahun 2019, sekitar 50% setuju jika pria harus mendapatkan upah lebih, namun hanya 5% saja yang setuju perempuan harus mendapatkan upah lebih. Beruntungnya, sekitar 39% responden setuju jika kedua gender mendapatkan upah setara.
Dilihat dari jenis kelamin, 46% pria setuju jika harus mendapatkan upah lebih, namun ada pula 43% yang setuju jika pria dan wanita mendapatkan kesetaraan upah. Dari sisi wanita, ada 54% yang setuju pria mendapat upah lebih, namun juga 35% setuju jika wanita dan pria setara mendapatkannya.
Persepsi kesetaraan upah pada artikel ini fokus ke Asia Pasifik, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Data menunjukkan bahwa anggapan pria harus mendapatkan upah lebih masih lebih tinggi dibandingkan setara antara pria dan wanita. Negara yang tertinggi ketidaksetaraanya adalah Korea Selatan (60%), Jepang (56%), dan Pakistan (49%).
Kontras dengan Vietnam (72%), Filipina (71%), India (66%), Thailand (62%), Hong Kong (56%), Indonesia (55%), dan Malaysia (54%).
Jika dibedah, negara maju di Asia Pasifik seperti Korea Selatan dan Jepang masih memberlakukan gap upah berdasarkan gender. Berbeda dengan Indonesia yang masih termasuk negara berkembang, namun masih ada anggapan kesetaraan upah tanpa memandang gender.
Sumber : Hasil Riset Deka Insight dan WIN (Organisasi International untuk market research independent)
Comments
Loading…